Langsung ke konten utama

Quo Vadis  Perempuan di Era Millenial

Oleh: Alma Morino
Aktivis HMI

Dalam setiap perkembangan zaman tentu ada hal yang turut berubah mengiringi perkembangannya. Hal yang dahulunya dianggap tabu untuk dibicarakan bisa jadi menjadi hal yang ramai-ramai dibincangkan pada tongkrongan lesehan saat ini. Memasuki era baru atau era millennial saat ini, dimana kemajuan teknologi serta kecepatan mengakses informasi menjadi salah satu komponen penting saat ini, yabg secara tidak langsung ikut memaksa kita terkhususnya kaum perempuan juga berubah dalam pola berpikir untuk memposisikan dirinya sesuai dengan zaman dalam pengakuan eksistensinya.
Seperti yang dikatakan oleh Chuang Tzu (chuang chou) yang merupakan seorang ahli falsafat populer penganut Taoisme periode awal (hidup sekitar tahun 369-286 SM) bahwa “ Eksistensi segala sesuatu itu bagaikan seekor kuda yang berlari cepat. Dengan setiap gerakan eksistensi pun berubah. Pada setiap detik ia mengalami transformasi”. Begitu pula dengan eksistensi kaum perempuan yang pada masa awal munculnya gerakan perempuan memposisikan diri sebagai kaum yang tertindas (mustadh’afin) menuntuk haknya dalam rangka pengakuan eksistenti dirinya yang sederajat sebagai makhluk Tuhan sama halnya dengan kaum laki-laki, hingga muncullah gerakan ynag disebut emansipasi perempuan., yang saat ini telah banyak mengalami kemajuan atas pengakuan diri kaum perempuan
Pertanyaannya sekarang, bagaimanakah eksistensi perempuan di era millennial dengan tuntutan emansipasi perempuan yang sudah terpenuhi?
Berbeda dengan masa gerakan awal feminis dibarat pada periode 1960 dan 1970-an  yang juga mengalami perkembangan  yang ketika itu diwarnai oleh tuntutan kebebasan dan persamaan hak agar para perempuan dapat menyamai pria dalam bidang sosial, ekonomi, dan kekuasaan politik. dengan tokoh tokohnya seperti Freud, Lacan dan Julia Kristeva yang memberikan buah pikiran terkait feminisme hingga  pola pikir jean paul sartre di abad ke-20 yang membawa banyak perubahan pada pergerakan kaum perempuan yang berdampak hingga saat ini. Kini pengakuan akan eksistensi perempuan dalam berbagai aspek sudah dapat diakomodir dengan jelas dan bahkan diatur dalam undang-undang khusus sebagai bentuk penghormatan akan kaum perempuan. Baik dalam hal kepemimpinan dimana perempuan sudah dapat menduduki posisi-posisi strategis, dalam hal pendidikan setiap perempuan mendapatkan haknya untuk menempuh pendidikan setinggi-tingginya, dan dalam hal politik setiap perempuan memiliki hak suara yang sama sebagai anggota masyarakat bahkan diberi keintimewaan dengan proporsi 30%, serta pengakuan  di berbagai aspek lainnya.
Namun kenapa perempuan masih tetap pada posisi temarjinalkan tanpa adanya progresif yang jelas? Apakah proses emansipasi perempuan adalah wujud kesadaran akan haknya yang tidak terpenuhi ataukah pernyataan tersirat dari kaum perempuan akan ketidakmampuannya untuk bersaing secara professional sehingga menuntut hak-hak istimewannya?
Sebagai anggota masyarakat tetunya perempuan memiliki peran yang strategis dalam menentukan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Untuk bisa memunculkan eksistensi tersebut, kaum perempuan perlu sadar akan peranannya dan mampu memposisikan diri sesuai perkembangan zaman yang ada. Sehingga yang dapat dilakukan saat ini adalah kaum perempuan perlu menentukan Platform gerakannya dalam pengambilan posisi tersebut.
Seperti kata syair arab yang mengatakan “perempuan adalah tiang negara, bila kaum perempuannya baik (berahlak karimah) maka negaranya baik dan bila perempuannya rusak (amoral) maka rusaklah begara itu. Yang mengindikasikan perempuan sebagai wajah  sebuah negara. Sehingga perkembangan kaum  perempuan perlu menjadi perhatian serius  dalam perkembangan suatu negara. Hal ini perlu dibarengi dengan kesadaran dari kaum perempuan untuk meningkatkan potensi diri dan sadar akan posisi strategis yang dimilikinya dalam rangka pembangunan suatu bangsa dan negara.
Setelah memunculkan kesadaran pada pribadi kaum perempuan akan  posisi strategis yang dimiliki , kaum perempuan kemudian harus  berpikir untuk mengembangkan potensi  diri secara intelektual untuk akhirnya mampu bersaing secara profesional dengan kaum adam secara terbuka  pada  posisi posisi strategis di masyarakat, yang secara tidak langsung akan memunculkan paradigma bahwa perempuan  pada dasarnya juga memili potensi yang sama bahkan bisa jadi lebih  untuk bersaing secara profesional dengan memenuhi kriteria kriteria yang sama secara profesional pula tanpa menuntut keistimewaan yang berlebih.
Sehingga Platform dianggap penting bagi suatu gerakan kaum perempuan untuk mempengaruhi aspek gerak maupun akpek pemikiran kaum perempuan secara berkesinambungan agar sejalan dengan kondisi social masyarakat  dan menjadi salah satu langkah strategis  kaum perempuan kedepannya.
Dalam upaya menjawab tantangan tersebut, kaum perempuan perlu bersinergi dengan berbagai lembaga lain dan memposisikan diri kepada realitas masyarakat, sehingga gerakan yang dilakukan dapat mengenai sasaran dengan tepat dan secara berkelanjutan memunculkan eksistensi kaum perempuan yang juga mempu mengambil peran penting dalam menjawab tantangan zaman di era millennial ini.

Note:” perempuan  adalah spirit zaman yang tak pernah redup oleh hingar bingar perkembangan peradaban” (mukaddimah Pedoman Dasar KOHATI)

-------------selesai--------------

Komentar

Popular Posts

APAKAH KITA PERLU MEMPERJUANGKAN KESETARAAN?

"Ketika Allah SWT menciptakan Adam, kemudian Ia anugerahkan kepadanya seorang Hawa, seorang perempuan yang diciptakan dari 'tulang rusuknya'" Berbagai konsep mengenai persoalan perempuan bermunculan di muka bumi, seolah jika seluruh ranting dijadikan pena dan lautan dijadikan tintanya, niscaya tidak akan habis problematika perempuan ini dibahas. Perempuan kemudian menjadi subjek yang mendapat porsi kajian dan bahasan yang lebih banyak dibanding mitranya, laki-laki. Ada sebuah pernyataan yang mengatakan bahwa persoalan perempuan telah ada bahkan sejak Hawa diciptakan. Lebih ironi lagi, ketika ada pula yang menuduh bahwa Hawa adalah penyebab mengapa Adam dimurkai dan dihukum Allah hingga meninggalkan syurga. Stigma yang demikian ini tentu tidak adil bagi kaum perempuan.  Dalam lintas sejarah peradaban umat manusia, para ilmuwan kemudian menyatakan ada tiga fase yang dilalui oleh kaum perempuan, yaitu: Pertama, fase al-ihanah (penghinaan). Kaum perempuan dipandang...

Wacana Menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, Menjaga Kedaulatan Laut Indonesia dari Beranda NKRI

Indonesia merupakan negara maritim dengan wilayah laut terbesar di dunia. Persentase laut dan daratan adalah sebesar 70:30. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi yang sangat besar pada sektor laut. Sehingga wacana menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia bukanlah isapan jempol belaka. Alfred Thayer Mahan, seorang Perwira Tinggi Angkatan Laut Amerika Serikat, dalam bukunya “The Influence of Sea Power up History” mengemukakan teori bahwa sea power merupakan unsur terpenting bagi kemajuan dan kejayaan suatu negara, yang mana jika kekuatan-kekuatan laut tersebut diberdayakan, maka akan meningkatkan kesejahteraan dan keamanan suatu negara. Sebaliknya, jika kekuatan-kekuatan laut tersebut diabaikan akan berakibat kerugian bagi suatu negara atau bahkan meruntuhkan negara tersebut.  Kekuatan-kekuatan laut yang dimiliki Indonesia, memiliki potensi besar untuk mengembangkan pembangunan ekonomi dalam sector kelautan, maritim, dan perikanan. Potensi-potensi ini antar...

Tragedi Guru Budi dan Potret Buram Pendidikan Kita

Mengenang Kepergian Achmad Budi Cahyono: Guru, Seniman, Alumni HMI. Kamis, 1 Februari 2018. Dunia pendidikan Indonesia kembali mencatat rapor merah yang tragis lagi memilukan. Seorang guru honorer di Sampang, Madura, dijemput ajal setelah dianiaya oleh MH, yang tidak lain adalah anak didiknya sendiri. Bapak Ahmad Budi Cahyono, seorang guru muda yang juga mantan aktivis HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), Kamis itu menghembuskan nafas terakhirnya di RSUD Dr. Soetomo setelah mengalami mati batang otak akibat dipukul berkali-kali di bagian kepala. Tragedi yang dialami guru Budi ini tentu menjadi pelajaran berharga untuk kita semua. Bagaimana kemudian, kasus ini memberikan kenyataan yang gamblang sekaligus mengerikan, bahwa saat ini generasi muda bangsa ini telah krisis etika dan adab sopan santunnya, telah krisis moralnya, dan telah krisis akhlaknya.. generasi muda bangsa ini telah krisis budi pekertinya.. Tragedi guru Budi mungkin memang yang pertama di Indonesia, namun kas...