Wacana Menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, Menjaga Kedaulatan Laut Indonesia dari Beranda NKRI
Indonesia merupakan negara maritim dengan wilayah laut terbesar di dunia. Persentase laut dan daratan adalah sebesar 70:30. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi yang sangat besar pada sektor laut. Sehingga wacana menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia bukanlah isapan jempol belaka.
Alfred Thayer Mahan, seorang Perwira Tinggi Angkatan Laut Amerika Serikat, dalam bukunya “The Influence of Sea Power up History” mengemukakan teori bahwa sea power merupakan unsur terpenting bagi kemajuan dan kejayaan suatu negara, yang mana jika kekuatan-kekuatan laut tersebut diberdayakan, maka akan meningkatkan kesejahteraan dan keamanan suatu negara. Sebaliknya, jika kekuatan-kekuatan laut tersebut diabaikan akan berakibat kerugian bagi suatu negara atau bahkan meruntuhkan negara tersebut.
Kekuatan-kekuatan laut yang dimiliki Indonesia, memiliki potensi besar untuk mengembangkan pembangunan ekonomi dalam sector kelautan, maritim, dan perikanan. Potensi-potensi ini antara lain potensi bioteknologi Rp 400T/tahun, potensi minyak bumi Rp 210.000.000/tahun, potensi wilayah pesisir Rp 560T, potensi wisata bahari Rp 20T/tahun, potensi perikanan Rp 320T/tahun, serta transportasi laut Rp 200T/tahun. Berangkat dari hal tersebut kemudian menjadi sangat ironis ketika tingkat kemiskinan terbesar di Indonesia justru berada di daerah daerah pesisir.
Kita semua sepakat bahwa wilayah perbatasan memegang peranan yang sangat penting dan strategis dalam menjaga kedaulatan laut NKRI. Namun kesadaran ini ternyata tidak otomatis menyelesaikan kompleksnya permasalahan yang berada di dalamnya. Di Desa Temajuk, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas misalnya, hampir sebagian besar tanah di wilayah pesisir daerah ini sudah menjadi milik investor luar seperti Jakarta dan Singapura. Padahal potensi wilayah pesisir ini sangatlah besar. Belum lagi potensi wisata baharinya yang eksotis. Sungguh ironis rasanya ketika Pantai Temajuk ini mendapatkan julukan "surga di ekor kalimantan", sementara kemiskinan masih membelit dalam kehidupan masyarakatnya. Sumber daya laut yang melimpah ternyata tidak menjadikan kesejahteraan masyarakat menjadi lebih baik. Dari tahun ke tahun tingkat Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja ke negara tetangga masih saja tinggi, padahal sumber rezeki mereka itu tepat terhampar di depan mata mereka.
Lalu, bagaimana solusi atas permasalahan yang sudah turun temurun ini?
Jika dikaji lebih dalam, kemiskinan yang melekat pada masyarakat pesisir terbagi menjadi dua tipe, yaitu kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural. Kemiskinan struktural merupakan kemiskinan yang disebabkan karena struktur sosial masyarakat tersebut tidak mampu memanfaatkan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Sehingga kemiskinan tipe ini dapat diselesaikan salah satunya melalui regulasi oleh pihak yang berwewenang. Pemerintah harus membuat kebijakan dan peraturan yang tegas untuk mengontrol sektor-sektor laut yang menjadi sumber penopang perekonomian rakyat. Permasalahan-permasalahan seperti pencurian ikan, cukong, dll yang seringkali dihadapi oleh nelayan harus diatasi dengan baik. Sektor-sektor pariwisata dan potensi pesisir yang seharusnya dapat memberikan benefit yang tinggi bagi masyarakat harus dikelola dengan baik. Selain itu, masyarakat sendiri harus mampu membuat produk-produk kreatif dari sumber daya alam yang ada. Pembangunan infrastruktur harus menjadi hal yang diprioritaskan.
Adapun kemiskinan kultural merupakan kemiskinan yang muncul sebagai akibat adanya nilai-nilai atau kebudayaan yang dianut oleh orang-orang miskin, seperti malas, mudah menyerah pada nasib, kurang memiliki etos kerja dan sebagainya. Kemiskinan tipe ini hanya dapat diperbaiki melalui pendidikan dan pembinaan yang terus menerus. Namun, tentu saja segala persoalan ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, namun merupakan tanggung jawab bersama.
Kembali kepada wacana untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, jika kita tarik ke belakang, maka hal pertama yang harus kita benahi untuk mencapai tujuan ini adalah bagaimana menyelesaikan permasalahan sosial-ekonomi masyarakat pesisir. Hal ini karena kedaulatan laut baru dapat tercapai ketika potensi laut sudah mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya.
Wallahu a'lam bishowab.
----------selesai---------
Tarakan, Desember 2017; pada forum training LK3 Badko HMI Kaltim-Kaltara.
Writen by @lala.ch_, Kohati Kalbar-
Komentar
Posting Komentar